Dalam dunia kerja, setiap posisi memiliki jobdesk atau deskripsi pekerjaan masing-masing yang dirancang agar operasional berjalan dengan efisien dan adil. Namun, kenyataannya di lapangan, sering kali terjadi pergeseran beban kerja yang tidak sesuai, khususnya yang mungkin paling sering terjadi di dunia usaha retail adalah beban kerja seorang shopkeeper.
Shopkeeper adalah orang yang bertanggung jawab menjaga toko, memastikan barang tertata rapi, melayani pelanggan dengan baik, dan menjaga kebersihan serta keamanan area toko.
Namun pada kenyataannya, shopkeeper malah harus mengerjakan hal-hal yang sebenarnya di luar tanggung jawab utamanya. Yang menjadi masalah disini adalah beban kerja tersebut seperti dipaksakan. Buktinya, banyak dari mereka para shopkeeper merasa tidak punya kuasa untuk speak up terhadap atasan, apalagi jika status kerjanya masih kontrak atau baru masuk. Padahal di dalam kontrak kerja kan sudah tertulis jobdesk atau pekerjaannya.
Berikut adalah 7 tugas yang sering dibebankan kepada shopkeeper, padahal sejatinya pekerjaan tersebut bukanlah bagian dari jobdesk seorang shopkeeper.
1. Mengurus Media Sosial Toko
Mengelola akun Instagram atau TikTok toko untuk promosi sering kali dibebankan kepada shopkeeper tanpa pelatihan digital marketing. Padahal, ini adalah tugas seorang social media specialist atau bagian promosi. Shopkeeper bisa membantu dokumentasi, tapi tidak seharusnya bertanggung jawab penuh atas performa media sosial toko.
2. Menghitung Laporan Keuangan
Menyusun laporan keuangan secara detail, mencocokkan arus kas, atau membuat laporan laba rugi bukanlah tanggung jawab utama shopkeeper. Tugas ini seharusnya dilakukan oleh staf keuangan atau kasir utama. Jika tidak hati-hati, shopkeeper bisa jadi pihak yang disalahkan saat terjadi selisih dalam penghitungan.
3. Mengambil Barang ke Gudang
Kadang, shopkeeper diminta mengambil stok ke gudang pusat atau bahkan ke supplier. Selain melelahkan, ini memakan waktu kerja mereka di toko. Tugas ini sebenarnya lebih cocok untuk staf logistik atau bagian gudang, bukan penjaga toko yang seharusnya stay dan fokus pada pelayanan pelanggan.
4. Membersihkan Area di Luar Toko Secara Rutin
Menjaga kebersihan dalam toko memang termasuk jobdesk shopkeeper. Namun, kalau sampai harus menyapu trotoar, mengumpulkan sampah di depan toko, atau membuang sampah besar ke TPS setiap hari, itu sudah masuk ke ranah cleaning service. Apalagi jika tidak disediakan alat dan APD yang layak.
5. Menjadi Satpam Tidak Resmi
Shopkeeper kerap diminta berjaga di malam hari saat toko tutup, atau disuruh mengawasi pengunjung secara ketat tanpa pelatihan keamanan. Tanggung jawab keamanan sebenarnya ada di satpam atau security, bukan karyawan toko biasa. Ini bisa membahayakan shopkeeper jika situasi tak terduga terjadi.
6. Melatih Karyawan Baru Tanpa Tambahan Insentif
Kadang shopkeeper senior diminta untuk melatih karyawan baru selama seminggu atau lebih tanpa diberi tambahan kompensasi. Padahal, proses training itu bukan hanya melelahkan, tapi juga membutuhkan waktu dan tanggung jawab lebih. Idealnya, ini dilakukan oleh supervisor atau dengan sistem training resmi.
7. Diberi Target Penjualan Layaknya Sales Marketing
Banyak shopkeeper dipaksa mengejar target penjualan seperti sales, bahkan dengan tekanan untuk menjual produk tambahan atau upselling. Padahal, fungsi shopkeeper lebih ke pelayanan dan menjaga operasional toko berjalan lancar, bukan bertanggung jawab atas pencapaian angka penjualan tinggi.
Jobdesk Itu Punya Batasan, Bukan Serba Bisa
Shopkeeper memang pekerjaan yang menuntut fleksibilitas, tapi bukan berarti bisa disuruh mengerjakan apa saja di luar kapasitas. Setiap pekerjaan punya batas tanggung jawab, dan ketika beban kerja tidak proporsional, bukan hanya kinerja yang terganggu, tapi juga kesehatan mental dan fisik karyawan. Sengaja atau tidak sengaja, dampak gangguan kesehatan mental dan fisik terhadap karyawan itu akhirnya merugikan toko juga.
Bagi kamu yang bekerja sebagai shopkeeper dan sering merasa tertekan karena tugas-tugas tambahan yang tidak sesuai, penting bagi kamu untuk mengenali batasan-batasan yang ada. Memang tidak mudah untuk speak up, terutama kalau kamu sedang terdesak ekonomi sehingga benar-benar ingin mempertahankan pekerjaan tersebut. Solusinya, cobalah untuk mulai dari hal kecil, seperti berdiskusi dengan rekan kerja, mencatat beban kerja harian. Setelah nanti memang sudah terkumpul keberanian untuk berbicara dengan atasan, kamu bisa perlahan menyampaikannya ke atasan dengan pendekatan yang sopan tapi tegas.
Ingat, profesionalitas bukan berarti harus mengiyakan semua tugas yang bukan bagian dari pekerjaanmu. Kamu berhak diperlakukan dengan adil dan bekerja sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang disepakati di awal.
Jika kamu merasa artikel ini relevan dengan kondisi yang kamu alami di tempat kerja, jangan ragu untuk membagikannya ke sesama shopkeeper. Semakin banyak yang paham hak dan batasannya, semakin besar peluang lingkungan kerja jadi lebih sehat dan manusiawi.